Maut di Kali Loning
Sepertihalnya manusia, mereka juga
membutuhkan rekreasi untuk mengurangi beban pikiran kehidupan. Mereka pun
makhluk hidup pada umumnya. Pagi ini, ketika mentari pertamakali terbit dari
ufuk Timur, menyiramkan sinar kuningnya ke lembaran daun-daun hijau,
menjernihkan pandangan embun-embun yang membutir di pucuk-pucuk daun, mereka
telah sampai di tepian jembatan Bendungan Kali Loning, sebuah bendungan air
yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1977, menjadi tempat pertemuan dan
perpisahan. Mereka menyeret ranting pohon kering, menceburkannya ke dalam air,
berdiri di atas permukaan ranting, memandangi alam sekitar, arus yang air
begitu tenang, percayalah tak akan ada kecelakaan yang hebat. Begitu tutur
Tatak! Hewan hijau yang pekerjaannya adalah melompat.
“Ke
manakah kita akan pergi?” seru semut-semut histeris.
Tatak
sebagai pemimpin mengomandokan pasukan semut untuk tenang dan tidak terlalu
berisik, ia menyarankan supaya mereka fokus dengan pijakan ranting agar tidak
tergelincir dan hanyut dibawa aliran air.
“Kita
akan menuju sebuah tempat yang sering dituju oleh anak adam,” Ulat paling besar
membantu mengurangi rasa penasaran semut-semut itu.
“Di
sebuah sudut Bendungan Kali Loning ini terdapat kerajaan yang amat masyhur, ke
sanalah tujuannya, kita akan bersenang-senang menikmati alam raya,”
Ia berombongan dengan bala tentara semut dan
ulat-ulat gemuk kekenyangan, sebentar lagi akan bermetamorfosis menjadi
kupu-kupu, ada pula yang masih menyusul di belakang, pasukan cacing. Semuanya
menghanyutkan diri, bukan menghanyutkan diri! Ralat, mereka menaiki ranting
kering dan kapal-kapal daun, bertengger di atasnya, menyaksikan pemandangan
alam sekitar.
Bendungan Kali Loning
selain menyajikan pemandangan yang menggiurkan, juga digunakan sebagai aliran
irigasi persawahan anak adam, jadi kau akan melihat beberapa petani yang sedang
merunduk di sawah-sawah mereka, ada yang membiak-biak mencari gulma, ada
sebagian yang hanya memeriksa tanaman dan kapasitas debit air di lahan mereka, sudahkah stabil?
Sawah-sawah hijau
mengelilingi bendungan, selanjutnya dihubungkan dengan aliran sungai yang
arusnya sangat deras, jika kau menceburkan diri di sana, dan tubuhmu tak mampu
menyeimbangkan diri dengan amukan air, musnah sudah nyawamu, kau akan
dihantarkan menuju tempat pengakhiran, dibenturkan dengan cadas-cadas batu
besar, diombang-ambingkan ombak yang bertabrakan dengan sembarang obyek.
Sebagaimana dialami oleh sampah-sampah mengenaskan yang telah tiba terlebih
dahulu sampai hilir sungai. Itulah kelakuan anak adam yang kurang
bertanggungjawab. Seekor keong yang bertempat tinggal di samping Bendungan Kali
Loning sering menyaksikan tangan-tangan menjulur melempar kantong hitam ke
sembarang aliran air, tak jarang satu keranjang sampah ikut disertakan, ketika
sampai di tengah-tengah perjalanan sebelum berlabuh di lautan, sampah-sampah
itu hambur berserakan, mengumbarkan aroma busuk yang tidak nikmat dirasai
penciuman.
![]() |
pixabay.com |
Persoalan saat itu bukan
pada sampah-sampah, Tatak sedang ingin jalan-jalan, ia bosan dengan lingkungan
hidupnya yang kebanyakan bersembunyi di lumpur-lumpur basah, sesekali ia ingin
merasakan berpijak di tengah-tengah air, rupanya mengasyikkan, ada sensasi yang
tidak bisa dilukiskan dengan gerak-gerik tubuhnya.
Tubuh Tatak berdiri tegak,
pasukan semut-semut masih saja bersorak-sorak meskipun sudah diingatkan
berkali-kali untuk menjaga keamanan kawanan semut yang lain, di antara keluarga
Tatak dan cacing-cacing, hanya semut yang paling ringkih dan terancam keselamatannya,
cacing masih bisa hidup jika tenggelam, begitupun dengan Tatak, lain dengan
semut-semut itu, sekali saja kaki mungil mereka tergelincir lantas terseret
oleh aliran air yang deras, tinggallah memilih dua zona kehidupan, surga dan
neraka!
Ah, mungkinkah ada surga dan neraka bagi
serangga-serangga mungil yang bahkan tidak mengerti apa itu dosa? Tidaklah!
Alam semesta diciptakan dengan keadilan, Tuhan tidak mungkin memberikan
penyiksaan dan beban yang tidak sanggp dipikul oleh makhluk-makhluknya, lagi pula,
semut-semut itu tidak akan berpengaruh besar terhadap api di dalam neraka, apa
yang hendak dibakar dari tubuh kurusnya yang sama sekali tidak berdaging? Ah lelucon! Semut masuk ke dalam neraka!
“Sudah kuingatkan jangan
terlalu ekspresif!” Tatak berteriak lantang. Seekor semut terjerembab ke dalam
air, ia mengambang di permukaan Bendungan Kali Loning, semut yang lain panik,
mereka langsung mengaitkan tubuh mereka,
saling berpegangan, memanjangkan diri, membentuk tangga untuk
menyelamatkan kawan yang masuk ke dalam air. Beruntung nyawanya masih
diselamatkan, meskipun keadaannya sudah sangat mengenaskan.
“Semuanya akan baik-baik
saja, tidak melulu yang berbadan kecil dan terlihat ringkih selalu kalah dengan
arus kehidupan, kami bisa saja menjadi kuat karena ada yang lain.” Semut yang
paling tua mengeluarkan pendapat. Tatak menggelembungkan perutnya. Ia lantas mengembuskan
napasnya perlahan.
“Jaga diri kalian
baik-baik, jangan bermain-main dengan takdir.”
“Tempat seperti apa yang
kita tuju?”
“Kalian tenang dan
nikmatilah perjalanan kita ini, kita akan pergi ke sebuah taman indah yang ada
di dekat Bendungan Kali Loning, tempat yang sering dijamah para anak-anak adam,
mereka berdua dengan lawan jenis, berkisah tentang kehidupan, aku sering menguping
dari seberang jembatan Bendungan Kali Loning,”
“Kau mampu mendengar
suara-suara anak adam, Tatak?”
“Tentu saja, pendengaran
telingaku sangat kuat, mereka selalu berikrar janji di tepian jembatan,
mengucapkan kata suci untuk selalu hidup
berdua sampai mati, Bendungan Kali Loning yang dekat dengan kampung kita ini
adalah surga kecil bagi anak adam. Itulah kerajaan di dekat Bendungan Kali
Loning. ”
“Lalu kita akan ke sana?”
“Sudah kujelaskan dari awal
kita akan menuju taman indah itu,”
“Untuk apa?”
“Untuk mengucapkan ikrar
janji agar aku dan Bendungan Kali Loning ini tidak pernah dipisahkan oleh
zaman, sebagaimana cerita hidup anak adam yang seringkali terdengar dari taman
itu,”
Kawan, di dekat jembatan
terdapat pohon-pohon yang indah, bunga-bunga ditanam oleh penjaga Bendungan
yang mendapatkan upah bulanan dari Mentri Perairan dan Irigasi anak adam.
Bendungan yang dibangun oleh penjajah lima puluhan tahun mundur itu
direncanakan akan dijadikan sebagai tempat wisata, tersebab banyak orang yang
tergiur dengan pesona alam yang dipamerkan secara natural. Seringkali ketika
mata bayi-bayi masih tertutup, juga ketika burung-burung mengadakan perjalanan
pulang dari berburu makanan, sepasang anak adam duduk manis di sisi Bendungan
Kali Loning, bermanja-manja, bergurau membicarakan hal yang kurang dimengerti,
kadang bertindak hal-hal negatif yang tidak pantas dicontoh oleh Tatak, Cacing,
Ulat, Semut, Bekicot dan serangga-serangga lainnya yang mendiami tempat
tersebut.
“Anak adam itu makhluk yang
menggelikan,” Ulat membuka suara, ia merekatkan kaki-kakinya di ranting yang
mengambang di atas permukaan air.
“Adakah hal menarik dari
mereka selain kata-kata manis yang seringkali kudengar?” Tatak menanggapi. Ia
lompat dari ranting satu ke ranting yang didiami oleh ulat-ulat. Selembar kapal
daun berlayar tenang, beberapa semut pindah ke kapal daun tersebut. Situasi aman, arus berjalan dengan stabil. Tidak ada
tanda-tanda kerusuhan yang akan
diciptakan oleh alam raya, seperti angin badai apalagi banjir di Bendungan Kali
Loning, mereka tidak peduli dengan tampilan langit yang mendung, awan-gemawan
mulai muram, dan udara dingin yang mulai mencucuk tulang-tulang anak adam. Bagi
Tatak, arus tenang sudah cukup menjamin keselamatan daripada harus
pusing-pusing membaca rasi bintang seperti kawanan paus di lautan-lautan luas.
Baginya, itu merupakan pekerjaan yang melelahkan juga membosankan, lebih baik
melompat di atas daun kelor dan tidur di lumpur-lumpur ketimbang harus
menghitung jumlah cahaya yang ada di alam bukan tempat tinggalnya.
Lihatlah di pangkalan
jembatan, dua anak adam sedang duduk bersisihan, mereka membawa layar ajaib,
yang jika disentuh dengan satu kali usapan mampu melukis wajah serupa dengan
obyek yang ditangkap oleh layar tersebut. Tatak penasaran, ia yang berada di
bawah jembatan hendak melompat ke atas, namun tubuhnya tak mampu
menjangkau.
"Bagaimana mungkin
anak adam menyukai makhluk lain jenis? Bukankah itu akan melahirkan
kutukan? Anak adam berbulu panjang
menyukai anak adam berbulu pendek,
bukankah seharusnya mereka menyukai yang sesuai dengan jenis mereka?”
"Mungkin tak ada anak
adam jantan dan betina, bisa jadi yang
membedakan hanya ukuran bulunya saja."
"Mereka makhluk kuno,
Lat!" Tatak menimpali.
"Kalau saja mereka
diciptakan di era modern seperti dalam kehidupan kita, pasti saja mereka akan
mengikuti perkembangan transportasi seperti kapal daun yang kita miliki,
bagaimana mungkin mereka bisa duduk di tempat itu dengan sangat lama? Bukankah
itu merupakan hal yang sangat membosankan?” Ketua Semut mengurai persoalan yang
menurutnya tidak wajar. Ia memandang dua anak adam yang duduk di tepian
Bendunngan Kali Loning, sedang tersenyum, memandang langit, lebih sering
memerhatikan aliran air yang tenang, andaikan saja tubuh mereka sama besarnya, maka
empat mata akan saling bertautan pada pandangan pertama.
“Sambungan kalimat yang
tidak masuk akal!” Tatak kurang berkenan dengan perkataan Semut, ia menganggap
hal tersebut tidak menarik sama sekali.
“Teorinya mereka sama
seperti diriku, menikmati cinta dengan lekuk tubuh yang diciptakan oleh Tuhan.”
“Maksudmu, Lat?” Semut dan
Cacing kurang mengerti. Kapal daun dan
ranting-ranting kering terus melaju lurus mengikuti arus. Langit muram berubah
cerah, birunya menajam, awan-gemawan bertaburan putih, sinar mentari jatuh ke
permukaan air, menghangatkan jiwa-jiwa serangga tersebut. Hari begitu indah.
Mereka menikmati perjalanan yang sedang dilakukan. Tatak bertambah yakin, tidak
akan pernah terjadi bencana.
“Aku tidak pernah
memperdulikan jantan atau betina ketika tubuhku akan menjadi kupu-kupu, hal
yang aku pikirkan saat itu hanyalah aku bahagia karena sudah mampu berubah
wujud menjadi kepompong, maka dunia beserta alam raya seisinya kurasakan
semuanya milikku, aku hidup dengan damai bersama cinta yang aku miliki.”
“Cinta pada dirimu sendiri?” Cacing masih tidak yakin. Ia
menganggap apa yang dilkukan ulat adalah mustahil, bagaimana mungkin makhluk
hidup mampu bertahan hanya dengan mencintai tubunhya sendiri? Bukankah wajar
dan seranggawi jika sepasang seranga-serangga membutuhkan kasih sayang berkawin
dengan serangga pasangannya? Sepertihalnya cacing. “Kau tidak ingin kawin secara syah dengan ulat betina?”
“Kami tercipta untuk
menjadi kupu-kupu. Mengepakkan sayap. Menghiasi taman-taman, bisa jadi di taman
Bendungan Kali Loning ini ada keluarga kami yang sudah berubah menjadi
kupu-kupu.” Ulat tampak antusias. Ia melompat-lompat di atas kapal daun,
wajahnya tampat begitu riang, sinar mentari menyapu tubuhnya, memberikan
sentuhan kehangatan, ia tambah melambung tinggi, semakin keras tubuhnya
dihentakkan, tanpa menyadari ada serangga yang tubuhnya lebih ringan darinya,
gempa kecil pun terjadi. Kapal daun oleng, ujung daunya robek, air masuk ke
permukaan, menenggelamkan semut-semut mungil yang tidak bertenaga. Percikan air
yang diciptakannya membuat ranting-ranting kayu kering kehilangan keseimbangan.
Ulat kebingungan, ia hendak membantu semut-semut menyelamatkan diri, tubuhnya
justru terseret arus. Tatak yang ada di kapal sebelah melompat ke kapal yang
telah direndam air. Ia mengulurkan kakinya, berteriak agar semut-semut
berpegangan pada tubuhnya yang besar. Cacing-cacing tenggelam. Tidak lagi
menampakkan diri ke permukaan, entah hidup atau mati, menurut Tatak mereka tak
begitu penting, setidaknya para cacing masih bisa tertidur nyenyak di dasar
bendungan, lain cerita bagi semut-semut, mereka tak akan bisa bernapas, mereka
akan mati dalam hitungan detik jika tak bisa mendarat ke tempat yang kering.
Beberapa semut tewas
terseret arus yang mendadak menjadi deras, bendungan mendekati air terjun,
mereka akan jatuh ke sungai di bawah Bendungan. Warga serangga panik, semuanya
berteriak meminta tolong. Kapal daun tidak dapat dijadikan pelindung,
kesemuanya oleng, saling bertabrakan dengan ranting-ranting kering, semua ulat terseret arus, kapal pertama jatuh mengikuti
air terjun Bendungan. Impian berekreasi ke taman, sebuah kerajaan termasyhur Bendungan
Kali Loning kandas. Tak ada seekor semut pun yang selamat, semuanya mati.
“Semuuuuttttt..” teriak
Ulat. “Maafkan aku!” Ia menangis di atas permukaan air, wajahnya pias, tubuhnya
mengambang di permukaan air, ia bukannya menepi ke daratan, justru pasrah
dengan takdir ke mana arus akan membawanya, ia pun sudah tidak peduli dengan
keluarga ulat yang kehabisan napas, ia merasa bersalah kepada semut-semut
mungil itu. Menyesal tidak ada gunanya, akan lebih baik jika ia mengakhiri
hidupnya saja, bukankah itu adil?
Tatak melompat ia bersusah
payah memiting tubuh ulat.
“Kau mau mati?”
Ulat diam saja. Tatak
berusaha keras berenang ke tepi. Dua anak adam menyadari adegan itu. Mereka
tertawa terpingkal, dianggapnya Tatak sedang kesakitan karena tubuhnya digigit
ulat. Lalu anak adam yangberbulu panjang mengarahkan layar ajaibnya kepada mereka,
membidik momen.
“Beb! Baru aku tahu, kodok takut sama ulat! Tubuh gede doang!” ungkapnya dengan bahasa
yang tidak dimengerti oleh Tatak dan Ulat.
“Hai anak adam, tolong kami! Angkat tubuh kami!” rintih Tatak yang
kelelahan.
‘Cekrek!’ lampu flash menyala,
membuat silau mata Tatak.
‘Cekrek!’ Tatak kehilangan
kosentrasi, matanya sakit.
‘Cekrek!’ Ia tidak kuat lagi
menjepit tubuh Ulat. Tanpa disadarinya kakinya merenggang, Ulat pun terseret
arus, ia terjun ke sungai mengikuti nasib teman-teman yang lain. Mati!
“Ulatnya kalah, Beb!” Kata anak adam berbulu panjang.
“Upload di instagram, Beb! Kasih hastag, pertempuran Ulat dan Kodok Ijo.”
Tatak
kehabisan tenaga, ia tak lagi bernapas, tubuhnya mengambang di air, kemudian
terseret arus.
M.A.T.I.
TAMAT.
Magelang,
28 Februari 2018.
Komentar
Posting Komentar