Hutang Lunas

“Biarkan aku yang menemuimu, aku akan datang ke tempatmu! Jangan pernah pergi ke tempatku untuk menemuiku.” Pesan Whats-App masuk. Seperti seorang kekasih yang dilanda rindu berbulan-bulan namun tak segera dipertemukan. Begitulah keinginanku yang ingin bertemu dengannya. Sosok yang membekas dalam imajinasiku, seorang gadis muda dengan pikiran cerdas, dengan tatatapan lembut, dengan senyum riang, dengan gerakan gesit, dan suara tegas yang disempurnakan dengan langkah lincahnya. Di pikiranku, ia pendiam, sedamai bendungan danau di musim kemarau, sesunyi malam yang tak berbintang. Ia anak Karawang, aku anak Magelang. pixabay.com Janji itu telah diucap beberapa bulan lamanya, sebelum Desember berakhir. Ia bahkan kupikir kata yang tak dapat diterjemahkan dengan logika, kusimpan rapat di dalam kotak-kotak asing, tak ingin kubuka meski terkadang aku membayangkan isinya yang akan menakjubkan. Aku takut berharap, sebab harapan terletak pada jarak yang jauh. Aku lebih suka berpij...