Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2024

Hutang Lunas

Gambar
  “Biarkan aku yang menemuimu, aku akan datang ke tempatmu! Jangan pernah pergi ke tempatku untuk menemuiku.” Pesan Whats-App masuk. Seperti seorang kekasih yang dilanda rindu berbulan-bulan namun tak segera dipertemukan.   Begitulah keinginanku yang ingin bertemu dengannya. Sosok yang membekas dalam imajinasiku, seorang gadis muda dengan pikiran cerdas, dengan tatatapan lembut, dengan senyum riang, dengan gerakan gesit, dan suara tegas yang disempurnakan dengan langkah lincahnya. Di pikiranku, ia pendiam, sedamai bendungan danau di musim kemarau, sesunyi malam yang tak berbintang. Ia anak Karawang, aku anak Magelang. pixabay.com Janji itu telah diucap beberapa bulan lamanya, sebelum Desember berakhir. Ia bahkan kupikir kata yang tak dapat diterjemahkan dengan logika, kusimpan rapat di dalam kotak-kotak asing, tak ingin kubuka meski terkadang aku membayangkan isinya yang akan menakjubkan. Aku takut berharap, sebab harapan terletak pada jarak yang jauh. Aku lebih suka berpij...

Kisah Bocah, Rindu Punggung Nelayan

Gambar
  Malam, ada suatu hal yang hendak dibagikan padamu, sudahkah engkau bangun? Cerita asmara dunia yang berserak di luasnya air yang sewarna langit riang Kawanan burung camar mengepakkan sayap menjemput lautan Nelayan melempar jala Hari lekang dengan gurau di atas karang Buih ombak menghancurkan gundukan pasir, yang dijejak netra sayu, pixabay.com Bocah kecil itu menggenggam masa depan, meringkuk di pesisir, hendak berkisah tentang kelana yang gundah Pagi ini, tak ada kelopak mawar di bibirnya, Jemarinya pun tak menggenggam bahagia, hanya ada setangkai rindu pada nyawa yang pernah diombang-ambingkan cairan biru Takdir diraupnya basah Ia meraung, membuang kenang di dada Puluhan Ayah telanjang, menjauhkan jasad dari daratan Punggung hitam dilahap mentah oleh lautan. 'Nelayan, bertahanlah, lautan tak akan pernah membuatmu menggigil. Nenek moyang telah menjadikannya sebagai kawan.'  Magelang, 27 Juli 2017

Hari Tidak Terjadi

  Bukan karena tak berotasi Pula tak hilang matahari Hari ini tak terjadi Lantaran aku tak di sini Aroma hangus dari hati yang terbakar Dilempar angin menjadi kabar Di sisa abu yang terkapar Aku tak ada Hari tak terjadi Bukan hari siapa-siapa Ini tentang hariku sendiri.   Bogor, 2018

Dirimu dan Penunggu Hal-hal Pergi

Gambar
  Pada waktu yang sama seluruh manusia di muka bumi ini menunggu. Sebagian ada yang gelisah karena waktu terasa berjalan lamban. Mereka akan hafal dengan gerak detik, sekalipun jam di dinding tidak dilirik. Pada hari itu,   manusia yang bekerja di perusahaan bergengsi menampilkan senyum paling ramah dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya. Ronanya cerah dan dada mereka dipenuhi dengan keinginan-keinginan yang akan direalisasikan setelah penantiannya usai. Ada yang mendadak bekerja dengan giat, ada yang tak sabar hingga mengetuk-ngetukan jari-jemarinya di atas meja kerja , dan ada pula yang menunggu dengan berkali-kali menatap kalender kerja . Mereka menggumam kompak, kapan waktu kerja usai? pixabay.com               Di matamu hal membosankan adalah menunggu, pun demikian menurut para kekasih yang menantikan belahan jiwanya mengajaknya ke pelaminan. Bagimu, menunggu merupakan sebuah harapan pada mata dadu ya...

Bunga Mekar di Bibir

Gambar
  Hal yang paling mudah terlupakan adalah kebaikanmu. Kau mungkin akan menyunggingkan dua daging tak bertulangmu sembari membayangkan wajahku yang dipenuhi dengan jamur-jamur panu dan jerawat ini, batinmu akan berbisik ketika angin menggelitik pipimu, kau kata dengan amat perlahan hingga kawanan burung prenjak di kabel-kabel tak mendengar, ‘aku secantik malaikat maut’. Kebaikan-kebaikan yang telah kau tanam tak membuahkan biji keindahan dalam hidupku, kau mengusung kesal, namun keegoisan membiarkannya terbang menjelajahi senja di pelupuk hari.   pixabay.com            Kau pernah berontak di waktu beku, mengajukan gugat pada nenek moyang yang bersabda bahwa kebaikan selalu menjadi hal abadi yang akan terus dikenang sepanjang kehidupan berjalan. Peradaban yang berubah, adat istiadat yang nyaris punah mengutarakan bahwa orang zaman dulu seperti pigura yang menghiasi anak-anak cucunya. Siapa yang akan tertarik dengan bingkai pigu...

Atap

Gambar
  Di bawahnya bibir gemulai menyebut nama Tuhan. Segenap resah bergabung dengan keluh tertumpu di pusarnya. Merana dimuntahkan keseluruhan. Bimbang dihancurkan. Kebahagiaan juga harapan dilayangkan. Wajah-wajah mendongak, atau tertunduk memangku dosa yang hendak disingkirkan. Terkadang sampai meintih, meremas dada. Jarang meskipun ada yang bersujud penuh rasa syukur dengan batin berbunga-bunga. Mata yang ingin melenyapkan pemandangan dilototkan bagi mereka yang kalbunya ditumbuhi sahajanya cinta. Di bawahnya, kalimat arab terdendangkan. Muadzin melengking memanggil-manggil nama-Nya. Damai, alam tentram. Pedagang acuh, masih sibuk menghitung untung, pekerja kantoran tak mau tahu, justru memoles layar di ponsel canggihnya, mengharap ada pesan dari orang-orang yang menduduki kursi nomor satu di hidupnya. Anak sekolah SD hilir-mudik berebut angkutan umum, tingkat di atasnya menguap di dalam kelas. Lupa. Semuanya tak berniat melupakan, namun dunia membutakan. pixabay.com Petani men...