Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2019

Surat yang Tertunda

Gambar
Ini hanyalah sepucuk surat cinta Sengaja kutulis untuk seorang pria istimewa Dia selalu hadir tanpa pernah kuminta Membuat diriku merasa terjaga saat di dekatnya Dia bukanlah seorang kesatria Namun rela berkorban sepenuh jiwa Dia hanyalah manusia biasa Memberikan sisa usianya tanpa pernah jengah pixabay.com Kerlingan air mata jatuh di pelupuk mata senjanya Membuat diriku rindu canda tawanya Dia tak mampu menjelaskan siapa dirinya Karena dia bukanlah pemilik kata Hanya pemilik rasa sepanjang masa Dialah, Ayahku… Suci Febriani  Bandar Lampung, 13 Januari 2018

Pesona

Gambar
pixabay.com Tebarkan pesonamu… Tumbuhlah menjadi seseorang suka atau pun tidak Pergolakan akan menjulur sendiri Pucuk-pucuk muda selalu memberi kesan mendalam Batang-batang tua menjadi penopang Kekuatan sesungguhnya ada pada akar yang kokoh. Tebarkan pesonamu… selama akar masih berpegang Angin akan bersembunyi dibalik sunyi. Rony Del Bachty  Pulo Tiga, Aceh Tamiang

Mulai dari Hari, Detik Ini, Dalam Diri

Sebelum sempat duka mengalir dalam tawa Sebelum sempat tanah diselubungi air yang mengelora Mari kita bertelanjang dalam kata Biar kita tak lagi saling mencerca Dan tak seutaspun serapah mengaliri anak cucu kita Jangan lagi ada belati di antara nyanyian ribaan kecapi Kaki-kaki ini letih diguyur janji tak pasti Harapan bukan lagi lelap dalam mimpi Kita pun tahu secangkir kopi takkan sama dengan sebait puisi Luruskanlah dalam ilahi Pakemkan harmoni persatuan dalam hati Lupakan mendoktrinasi pikiran yang punya lajur sendiri Kita adalah rusuk adam yang Satu dan suci Tak perlu ada dikte dalam berdikari Detik ini dari jiwa sendiri Renungkanlah untuk sebuah tawa-tawa di kala pagi kembali Karya:  Burung Gereja Langit Jiwa, 01 Oktober 2017

Tak Ada

Tak ada yang lebih bermakna dari sehelai angin Yang senantiasa menganyam deru jadi ombak Hingga bersanding senja pada heningnya Tak ada yang lebih tabah dari air mata Yang memadamkan bara luka Dan menghanyutkan sisa cerita Tak ada yang lebih khianat dari puisi Yang mengabadikan malam alpa Lalu membunuhnya kala sunyi Tak ada yang hidup dalam matinya, hanya buih di tepian pantai Berdebur mencintai ombak Hingga angin pasang menghalaunya Winda Efanur. FS Cilacap,1 Juli 2018

Payung Lelaki Pinggiran

Gambar
Ia duduk membelakangi ribuan foto Kenangan perjalanan Atau Sekeping kecil warisan bagi anak cucu Atau tidak keduanya? Ia membungkuk tertawa Suaranya berat memikul umur Ketika menyebut namanya Dalam seruput teh menuju rintik hujan Bibirnya tersenyum setelah membekaskan cumbu : Kau tahu? pixabay.com Matanya bertanya Dengan jari-jari kakinya pada air yang mulai menggenang Ia perhitungkan bunyi merdu koin lima ratus-an Pesta kecil ia dan malam Di bawah payung Setelah ia bolak balik mengacungkan jari pada keresahan “Ini payung warisan ayahku Yang menudungi aku dari resah dan keputusasaan” Wajahnya menawarkan benih asa di dada garuda Pekik redam harapan Pembelajaran dari pinggiran Ia menunjuk hatinya Oleh:  Burung Gereja  Langit Jakarta, 10 Oktober 2017

Senja yang Jatuh pada Hati Beku

Kulihat senja terbelah di matamu Dan senyummu bercerita perihal rindu Didustai waktu Yang merenggut harapan untuk bersatu Debu yang beribu di sudut matamu Menjelma jadi jemari yang duduk menunggu Mengais harapan-harapan lalu Pada dinding-dinding biru Sebelum malam menegakkan bulan berkaki ragu Melihat juang berselimut Di antara titik-titik hujan yang jatuh Kau pisahkan peluh; Beban nama pada punggungmu Yang menjadi bekal perjalanan menuju puncak haru Penuh sorak-sorai dari titik hulu Membentang dari alam bawah sadarmu Kulihat engkau membiarkan waktu terus berlalu Diam menunggu Bergaung dengung pesta malam kelabu Hanya kau tenun harapmu Tanpa kau sodorkan maumu Apakah kata-kata telah membeku Sampai matamu kelu Tak ada datang yang menemuimu? Senja terus berlalu. Burung Gereja Langit Rasa, 5 Oktober 2017

Catatan Hujan

Hujan sedang mencarimu Bukan sekadar menunggumu menuntas janji Sebab ia tahu kau tak kan datang Malam ini purnama keduabelas Tepat sebuah tempat berlindung lidah Jemari saling berpagut Mata-mata mengerang kaku di ejakulasi rindu Hujan hanya ingin kau tahu Ia bertahan sebab nilai perjuangan Bukan sekadar setia Seperti para bocah menunggu anugerah Inginkan lebih tapi malas merengkuh diri Tak kah kau ingin keluar dari persembunyianmu Di antara gemericik dedaunan Di antara debu tak bertuan Begitu luas garapan untuk sebuah pertemuan Di balut ketidakmungkinan Sebab bertahan adalah cinta Di balik tiang-tiang lampu terselip kelelahan Tapi ia tak ingin beristirahat Dirimu masih bersembunyi Ia masih menyimpan rindu tak terbalaskan Burung Gereja Harapan Indah, 18 Desember 2017

Lelaki dan Tas-tas yang Memberatkannya

Gambar
Banyak yang datang kepadaku, tetapi hanya Ia yang membuatku tertarik. Usianya sudah tidak terbilang muda, meskipun belum layak disebut tua. Penampilannya cukup keren. Rambutnya tersisir rapi, sedikit mengkilap. Pakaian yang ia kenakan serasi dengan warna kulitnya yang kuning langsat. Tampaknya ia tipe lelaki yang paham mode. pixabay.com Wajahnya lumayan tampan. Kuperhatikan sejak tadi, tidak sedikit wanita yang melirik ke arahnya. Bahkan pernah kulihat ada seorang gadis remaja pendiam yang sering mencuri pandang ke arahnya. Sepertinya ia tak menyadarinya karena terlalu asyik memandang langit. Aku tak tahu namanya, tapi ia tahu namaku. Aku ada untuknya, juga untuk siapa saja, tetapi aku tak berhak meminta siapa pun ada untukku. Bagiku hidup ini sesederhana perihal datang dan pergi. Setiap kedatangan akan berakhir dengan kepergian. Dan ia adalah salah satu kedatangan yang akan tergantikan oleh kedatangan lain. Aku selalu peduli kepada semua yang datang menemuiku, meski

Makan Nasi Brekat

Gambar
Membahas tentang “kotoran” yang pertama terlintas dalam benakku adalah  diriku sendiri. Saat menulis catatan ini badanku masih kotor. Namun meskipun belum mandi, aku sudah mendapatkan sambutan hangat dari Ibu Negara dan pelukan indah dari dua bodygurd -nya. Coba bayangkan jika aku sudah mandi? Pasti kamu juga akan memelukku bukan? Sudah ngaku saja. Gapapa , aku pasti menolak kok. Hehehe ! Bukannya aku malas bersih-bersih, bukan! Aku tak sejorok itu. Ceritanya tadi aku pulang kerja selepas maghrib. Belum sempat ganti baju, ada tetangga mengundangku kendurian . Tidak mau terlambat, aku langsung cuci muka dan mengganti baju yang sudah bau kecut dengan baju koko yang harum mewangi sepanjang hari. Aku bahkan belum sempat mendapatkan cipika-cipiki dari Ibu Negara. Namanya kenduri pastilah semua orang sudah tahu acaranya apa. Tak ada yang menarik untuk dibahas, kecuali sekotak “nasi brekat” yang lumayan menggoda. Aku pun pulang dengan harapan akan langsung menyantapnya ditemani Ibu

Bibir Pantai

Gambar
Pada sajak yang kau tanggalkan di kota tua itu, Aku berdoa, Jika kelak pagi tak jua lahir di kelopak matamu, Tubuhku akan kuperam menjadi sajak puisi yang bertebar di jalanan. Kata-kata yang telah menyusun sebagian ingatan, Akan tersebar, di sudut-sudut halte menanti pulang, Menantikan pulang yang tak pernah tergesa-gesa mengetuk senja dengan begitu mesra. pixabay.com Dan jika senja tak kembali lahir di sudut kota tua ini, Maka sudah kupastikan, Tubuhnya melebur menyatu di buritan. Di air laut, bibir pantai yang mengering, Padanya kecup tak pernah lagi berpulang. Sapta Arif Surakarta, Juli 2018

Edelwis

Gambar
Ada sebuah kisah yang akan kuceritakan pada langit malam Tentang ruang yang berisi keanekaragaman sastra nusantara Tentang rangkaian diksi yang indah Ataupun untaian kalimat sederhana nan bermakna Mereka menjelma dalam wujud yang berbeda-beda Tak terlihat, namun menyentuh jiwa Yah, mereka hanyalah rekaan dari dunia maya Ada yang datang sebagai penikmat Ada yang menetap karena merasa mantap pixabay.com Ada juga yang pergi meninggalkan jejak Aku hanyalah salah satu diantaranya Berharap ruangan ini akan tetap menjadi sebuah rumah Atau sebagai persinggahan sementara Kalian adalah keluarga… Yang hanya dapat kulukiskan dengan tinta berwarna Kalian adalah nyawa… Yang hadir di sepanjang rentetan peristiwa Kalian adalah fatamorgana… Yang akan kuabadikan dalam album bernama “ Everlasting Flower (Edelweis)” Suci Febriani  Bandar Lampung, 26 Januari 2018

Syai Kelana

Gambar
Sang penyamun boleh saja sembunyikan keledai Elang tahu arah angin akan membawa Sejurus pandang setara haluan Kehendak di tuju pasti ‘kan sampai. Di langit syair dan sajak tertulis rapi Setiap bait melafalkan langkah-langkah Tiada sesiapa boleh menggubah Karena ketentuan adalah rahasia Ilahi. pixabay.com Siapa dapat pahamkan arti kehadiran Selayaknya ia berada di biduk impian Siapa tak pandai kuasai badan Ia jua meratapi nasibnya di tepian. Sebaik pilihan tentukan pikir dengan hati Setiap perbuatan satukan langkah dan arah Meski mata angin dan haluan sulit terkendali Pabila niat membumi, segalanya jadi mudah. Rony Del Bachty Pulo Tiga, Aceh Tamiang 04 Juli 2018

Kasih, Percayalah!

Gambar
Kasih, tenanglah! Diamku bukan lari darimu Aku sedang merangkai rindu Menyatukan sepi menjadi puisi Kasih, bersabarlah Aku sedang memungut serpihan benci Di halaman emosi pixabay.com Akan aku buang jauh-jauh Agar tak mendekat ke kisah kita Kupahami dirimu kini Tengah diselimuti gelisah Gigil sendiri dalam ketakutan Kasih, percayalah! Aku tetap milikmu. Dho Hindun Jambi, 05 Juli 2018

Pabrik Kenangan

Gambar
Matamu adalah pabrik yang menciptakan kenangan. Di sana, banyak pekerja dengan mata tertutup, debur suara bising, lembur hingga larut malam bersama peluh meleleh dari ujung dahi sampai kaki. Tidak ada yang mengenal mimpi dan terbangun, mereka hanya mengikuti setiap langkah pikiran dan perasaanmu sampai terlihat begitu kelelahan. Bahkan, sebelum aku menyelesaikan puisi ini, terjadi sebuah kesalahan dalam menciptakan kenangan—adalah perpisahan antara kita. pixabay.com Wisnu Maulana Yusuf Yogyakarta, 2018

Negeri Bunuh Diri

Gambar
Satu duri kaktus menjelaskan banyak hal, Satu hal meniup kabar, Kabar adalah burung tak bersayap, Sayapnya telah tanggal sejak duri-duri kaktus menjadi hakim.   pixabay.com Di negeri kaktus, kabar burung yang diembus terus-menerus akan menjadi kebenaran, Kebenaran itu menusuk, Menusuk diri sendiri. Akhmad Al Hasni Kendal, 13 Juni 2019.

Sajak Zaman

Gambar
Aku mencari sajak yang terlipat di antara kidung malam Ketika orang alim menutup doa dengan mantra Orang pinggiran menadah doa dengan air mata Sajak tentang jamuan kerajaan Tuhan di bumi Malaikat-malaikat tak bersayap menanam cinta di tanah karbala pixabay.com Saat  Alif  tersingkap Saat ayat tak lagi gemuruh Saat umat tak lagi gaduh Saat dosa terperangkap Sajak pelipur hati Yakub Rumah bagi Yunus Fitrah tuk Maryam Aku mencari sajak ini Dalam sujud langit dan bumi Dalam panas dan sucinya zaman. Winda Efanur Fs  Cilacap, 14 April 2018

Mengapa, Harus Dia?

Gambar
Hai, Dik Mengapa otakmu penuh dia Apa dunia hanya sebatas cinta kepadanya Apa kau tak letih? Bertahan di atas tumpukan janji Sedang dia tak memberi bukti Hatimu digenggamnya erat Diam-diam dia hempaskan Kini hancur berkeping-keping Dalam isak kau masih saja merayu Berharap dia menata hatimu kembali pixabay.com Dik… Kuburkan memoar cintamu sedalam mungkin Sampai dia tak dapat mengeruknya Agar nanti kau tak lengah Bila hampir jatuh ke luka yang sama Percayalah, Dik! Ada cinta yang lebih dahsyat dibanding dia Yaitu, cinta-Nya. Dho Hindun Jambi, 05 Juli 2018

Dongeng dari Negeri Lama

Gambar
Pada malam yang mengukir sepucuk ode, ada kisah Odysseus dan Penelope yang menggema sebagaimana aroma petrichor menyeruak dinding-dinding everlasting regret di China. Sederet dinding yang berkisah cinta Xuanzong dan Yuhuan. Sederet dinding yang ditulis dengan bahasa puisi-puisi purba kala itu. pixabay.com Dua puluh tahun Odysseus berkelana, selama itu pula Penelope menunggunya. Seratus delapan pria melamar, seratus delapan pria tertolak. Semua terjadi sebab kesetiaan Penelope pada kekasihnya. Namun, adakah kisah yang lebih romantis dari itu? Sebuah kisah Cleopatra dan pujaan hatinya menjawab pertanyaan di atas. Ya, Antony berperang, membela Mesir kuno. Darah mengucur di mana-mana. Namun, tiada kesakitan terkecuali kabar dusta tentang kematian kekasihnya, Cleopatra. Dan tahukah kenapa Antony bunuh diri? Bukan, bukan karena cinta. Ia mengabdikan dirinya pada Cleopatra, bukan kesendirian. Perang masih berlanjut, berhari-hari, berbulan-bulan. Hingga tersiar kabar kematian

Manusia dan Binatang

Gambar
Kalau mulut berbicara, Otak berpikir Karena dia bukan binatang Kalau mulut diam, Hati berbicara Karena dia bukan binatang. Kalau hati diam; berarti ada yang membisiki; (Mungkin dibisikin, “Kau ini binatang.”) Siapa yang membisiki? Ya binatang juga binatang buruk rupa, bermulut manis, lidah bercabang, tanduk api. pixabay.com Hati akan gamang, otak nggak bisa mikir, mulut cuma bisa berteriak, “Kurang ajar! Aku di bilang binatang Kenapa kau sebut begitu, Setan Alas! Enyah kau!” Antara manusia dan binatang; Beda tipis Manusia bisa seperti binatang Bahkan lebih kejam, lebih beringas lebih rakus dari binatang Tapi ngakunya manusia. Demikian kalau hati mudah dirasuki Otak jadi nggak waras, mulut komatkamit nggak jelas Apa bedanya dengan binatang? Kecuali kalau di hatinya ada Tuhan Hati yang selalu ingat Tuhan Maka dia takkan seperti binatang. Rony del Bachty Pulo Tiga, Aceh Tamiang 14 Juli 2018

Dan Jika

Gambar
Jika pertanyaan tentang melepasmu adalah sesuatu yang paling sulit. Maka pernyataan yang tepat adalah aku tidak akan memikirkannya. Karena, cukup kau tetap di sini dan menemaniku. Maka tidak akan ada yang bisa menjawab pertanyaan itu. Jika melepaskanmu adalah pekerjaan yang berat. Maka aku tidak akan memikirkannya. Karena, mempertahankanmu adalah sesuatu yang sangat ringan kulakukan. pixabay.com Dan jika mempertahankanmu adalah bencana, maka kuputuskan untuk tetap melindungimu dari gempa, tsunami dan badai yang bertiup kencang dari selatan. Berteduh dan berpeluh, hingga keringatku menetes bersama terik mentari yang hadir kembali. Meski, setelah itu entah kau atau aku, tak hidup lagi. Wisnu Maulana Yusuf Yogyakarta, 2018