Air Mata Pagi
Pagi yang memendam air mata.
Mendung, memberi
jeda pada Sang Surya.
Tak ada yang terucap
dari rona bibirnya di sudut langit. Yang terlihat hanya kesedihan.
Aku pun hanya bisa
diam, menunggu air mata pagi yang menggenang. Seakan tak kuat lagi menahan
jatuhnya.
Dan di kotamu--pada
selisih waktu yang kita punya, dapatkah kau melihatnya, kekasih?
Aku rasa tidak.
Pagimu pasti cerah,
begitu pula hatimu.
pixabay.com |
Di sini,
Pagi yang memendam
air mata, akhirnya meluruhkan semua kesedihannya.
Gerimis, menderai di
pipinya
Lalu melebat,
menderas di hatinya.
Aku semakin diam,
tak mampu membendungnya.
Apakah di kotamu
pagi sesedih itu, Kekasih?
Aku rasa tidak.
Kau bahagia, begitu pula
pagimu.
Hanifah Hasna Nadhia
Karawang, 13
April 2019
Komentar
Posting Komentar