Mawar
Kau selalu mengeluh padaku, katanya rindu selalu menghantuimu. Entahlah, aku juga tak tahu kenapa. Katamu, setiap kali tidur, makan, atau mandi, selalu diusik rindu. Ia seperti candu yang tak pernah pergi dan selalu menghabisi. Lama-lama begini, aku bisa mati, kau berujar lagi. Aku tak tahu apa obatnya, bagaimana cara menyembuhkannya, atau bagaimana supaya bisa menghilangkannya. Dan yang paling sakit ketika kau mengeluh resah soal rindu adalah aku. Sebab aku tak bisa melakukan apa-apa, meski hanya sekedar mengusap punggungmu.
Meskipun begitu, aku akan selalu menemanimu. Bercengkrama dengan sepi saat kau pergi, dan berdampingan dengan sunyi setiap kali kau berulah lagi dengan itu. Rindu.
Aku berterima kasih padamu, sebab kau selalu meluangkan secuil pagi untuk menciumku. Itu selalu membuatku segar kembali, bahkan dibandingkan saat kau memandikanku dengan tanganmu sendiri. Aku minta maaf, memang aku diciptakan tanpa rasa, hingga hanyalah ini yang bisa kuberikan. Wangi-wangian yang akan selalu menyesuaikan dengan isi hatimu.
Aku tidak bisa melakukan apa-apa saat kau benar-benar hampir mati karena rindu itu. Ketika di suatu sore yang muram, kau mencengkeram teralis pembatas tempatku berdiri dengan resah, memandang ke bawah pada keramaian lajur jalan. Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya agar kau berhenti, sadarlah! Bukan kata rindu yang bisa membunuh, tetapi kau sendiri. Sekali lagi aku tidak bisa, hanya bisa berdiri dengan pias dan pasi menatapmu.
Pixabay.com |
Untunglah. Jika saja gadis yang selalu kau sebut-sabut padaku itu tidak datang, mungkin kau sudah… ya, terjun. Jika itu yang terjadi, maka tinggal menunggu waktu kemudian aku yang mati. Gadis berompi kupu-kupu itu, yang selalu membuatku cemburu ketika kau menceritakannya, kini ada di depanmu. Kalian berpelukan dan tanpa napas kemudian saling terisak. Aku iba melihatnya.
Sekian lama, dan aku senang akhirnya kesempatan itu datang padamu. Aku hafal apa saja yang biasa kau lakukan untuk mendapatkannya, sebab pintu kaca di antara kita tak bisa menyembunyikan apapun. Aku bisa melihat dengan jelas setiap kedip matamu, dan segala yang kau punya, tanpa rahasia.
Gadis itu bangkit. Senyum di wajah kalian tampak berbeda. Berjanjilah padaku, apapun yang terjadi jangan kau ulangi lagi. Aku yakin, gadis ini telah menerimamu kembali. Aku tak ingin kehilangan, aku tak ingin kau mati karena rindu. Sehembus angin meriapkan ujung dedaunanku, lalu gadis itu menciumku. Ah, seharusnya kau yang mendapatkannya.
Dani Hestina P
Komentar
Posting Komentar